LightBlog

Eksistensi Pendidikan Islam Di Era Globalisasi



Pada hakikatnya pendidikan merupakan suatu proses untuk mengembangkan potensi, kecerdasan, kepribadian dan ketrampilan menuju manusia yang mandiri. Kepala MA Walisongo Pecangaan Bapak H. muwassaun ni’am, S.Ag mengartikan pendidikan islam itu adalah suatu proses untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan seseorang kepada allah SWT. “Pendidikan merupakan proses untuk menjadikan seseorang yang awalnya kurang baik menjadi baik, yang awalnya kurang taan menjadi taat,” ungkapnya.

Peryataan demikian juga diungkapkan oleh Dr. Mashudi, M.Ag. menurutnya, pendidikan islam itu adalah suatu metode pembelajaran yang mempunyai roh keislaman. Maksudnya, pendidikan tersebut didasarkan pada nilai-nilai syari’at agama islam. Beliau menambahkan bahwa suatu pendidikan harus mencangkup tiga ranah yaitu, kognitif (proses berfikir), afektif (bersikap), psikomotorik (ketrampilan).


Memperoleh pendidikan serta mengikuti perkembangan zaman merupakan hal yang penting, agar kita sebagai generasi mudatidak ketinggalan kemajuan teknologi yang begitu cepat. Selain mengikuti perkembangan zaman, kita seharusnya juga membekali diri kita dengan ilmu pendidikan agama, agar dapat menjadi filter dalam mengikuti perkembangan era globalisasi.

Ahmad badruddin, Lc alumnus Universitas Al Azar Kairo Mesir mengungkapkan bahwa pendidikan yang ideal pada saai ini adalah pendidikan yang menyangkut tentang pengolahan emosi anak didik. “ ilmu pengetahuan dan teknologi mutlaq dibutuhkan namun pembekalan kepribadian dan karakter yang baik juga sangat penting,” ungkapnya.

Belia menambahkan bahwa sebagai generasi muslim, kita harus selektif dalam memilih ilmu pengetahuan. “bagi seorang muslim kita harus pandai dalam memilih peradaban budaya yang sesuai dengan jati diri kita, begitu pula dalam hal pendidikan. Seseorang pada zaman akhir seperti ini, tidak hanya membutuhkan ilmu pendidikan umum saja namun juga harus membekali dirinya dengan pendidikan ahklaq. Dalam pendidikan islam selain bertujuan sebagai alat untuk meningkatkan potensi otak, juga sebagai sarana untuk membangun akhlak (karakter) anak didik,” tambahnya.

Pendidikan islam pada zaman dahulu dengan sekarang sangatlah berbeda, meskipun tujuan pendidikan itu sama. Pada zaman globalisasi sekarang ini, tidak lagi menggunakan sistem pendidikan klasikal melainkan sudah beralih menggunakan kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah. Selain metode dan pola pengajarannya yan berbeda, arus global yang begitu cepat juga mulai merubah moralitas anak didik.

Nasucha Durri mengatakan bahwa persoalan paling mendasar yang membedakan pendidikan islam pada zaman dahulu dengan sekarang adalah moralitas anak didik. “ persoalan menghadapimasalah moral, merupakan perbedaan yang sangat mendasar tetang peran dan tanggung jawab lembaga pendidikan islam pada zaman dahulu dengan sekarang. Dengan adanya pengaruh globalisasi, peran dan tanggung jawab lembaga pendidikan islam zaman sekarang lebih berat dibandingkan zaman dahulu,” tuturnya.

Banyak faktor yang mempengaruhi moralitas anak didik diantaranya adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dalam hal ini menyangkut prinsip anak didik, dengan maraknya pengaruh global banyak anak didik yang tidak mempunyai prinsip yang kuat sehingga mereka mudah terpengaruhi. Selain faktor itu, faktor eksternal juga berperan mempengaruhi perubahan moral generasi muda. Nasucha menambahkan bahwa faktor eksternal yang mempengaruhi perubahan moral, akhlak dan perilaku anak didik, secara cepat dan dinamis. Misalnya masalah narkoba yang merupakan faktor penyebab  kerusakan moral. Selain itu, penyalahgunaan internet juga dapat mendorong perilaku seks bebas.

    Apabila anak didik hanya dibekali ilmu pengetahuan tehnologi ( IPTEK ) saja, maka sudah barang tentu seorang tersebut akan cenderung bersikap materialistik. Maka dari sikap itu bisa jadi mulailah bermunculan perilaku-perilaku menyimpang yang akhirnya akan mulai menghilangkan nilai-nilai ketuhanan.

Sebab itu, ilmu pengetahuan yang berkembang tanpa adanya doktrin-doktrin agama pada akhirnya justru akan menyesatkan. Hal itu seperti apa yang disampaikan oleh Drs. H. Mahalli Juffri, M.pd selaku pengurus bidang pendidikan Yayasan walisongo Pecangaan. Beliau mengatakan bahwa seseorang tingkat kecerdasannya semakin tinggi dan apabila dari kecil mereka tidak dibekali ilmu agama yang benar, maka akan semakin menjauh dari agama.

“Tantangan global semakin rumit, selain memberikan bekal ketrampilan-ketrampilan dan teknologi yang ada, pendidikan juga berperan memberikan fondasi yang kuat pada pribadi anak didik. Apabila generasi muda tidak memiliki fondasi yang kokoh, maka mereka tidak akan bisa bersaing di era sekarang,” tuturnya.

Pada zaman sekarang tanpa kita sadari bahwa pendidikan islam terkesan lebih terbelakang dari pada pendidikan umum, karena pada saat ini masyarakat lebih cenderung menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah  umum dibanding dengan ke madrasah ataupun pondok pesantren. Dalam penjelasannya bapak mahalli menganggap bahwa telah terjadi pergeseran orientasi pola fikir dalam masyarakat.

Menanggapi hal tersebut nasucha merumuskan bahwa pergeseran pola fikir masyarakat yang lebih memilih pendidikan umum dari pada pendidikan islam disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, kurikulum pendidikan islam yang monoton, anggapan bahwa masa depan yang kurang jelas, orang tua yang lebih menginginkan anak-anaknya lebih cepat bekerja dikantor-kantor taupun diperusahaan.

Kedua, banyak isu-isu yang menimpa lembaga pendidikan islam seperti halnya isu terorisme. Walaupun hanya bersifat kasuistik saja tetapi menjadi kesan bahwa lembaga pendidikan islam yang ada telah gagal mencetak peserta didiknya menjadi orang berkepribadian islam, ulam’ dan menjadi pemikir–pemikir islam. “ oleh karena itu berlu adanya analisis yang mendalam untuk memperbaiki sistem pendidikan yang membuka ruang bagi pendidikan islam untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan perkembangan zaman, dengan melihat peluan dan hambatannya dalam menghadapi arus globalisasi yang kian hari semakin kencang.” Jelas Nasucha Durri.

Disampin itu untuk meningkatkan eksistensi pendidikan islam kita perlu melakukan suatu revolusi besar-besaran. Mahalli berpendapat bahwa faktor vinansial masih menjadi penghalang untuk memajukan lembaga pendidikan islam. “Seharusnya suatu lembaga pendidikan islam mempunyai donatur keuangan yang pasti. Apabila hanya mengandalkan sumbangan wali murid maka lembaga pendidikan tersebut tidak akan berkembang,” lebih lanjut beliau mengatakan bahwa faktor vinansial apabila tidak diimbangi dengan keinginan untuk maju (political will) maka tidak akan tercapai lembaga yang mandiri.

Selain itu, mencintapkan competitive advantage ( keunggulan bersaing ) juga menjadi faktor terpenting utnuk meningkatkan pendidikan islam di era digital sekarang. Disinggung mengenai peningkatan mutu, nasucha berkata bahwa pengertian mutu menurutnya mencangkup tiga hal, yaitu input, proses dan output pendidikan. Menaggapi kemajuan teknologi yang begitu cepat, lembaga pendidikan islam harus turut mengikuti serta mengembangkan IPTEK yang ada, agar dapat menciptakan cendekiawan islam yang alim, cerdas dan berakhlakul karimah.

(Rif’ul Mazid Maulana)
Eksistensi Pendidikan Islam Di Era Globalisasi Eksistensi Pendidikan Islam Di Era Globalisasi Reviewed by Unknown on 7/11/2012 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Comments

LightBlog